• Hot News! Pelatihan Sekolah Generasi Bersih Angkatan III akan dilaksanakan pada tanggal 29-30 Oktober 2008 di Yogyakarta. Hubungi Panitia dengan CP Arif Nurdiansyah 081534255531 atau Sekretariat SGB di Kemitraan Yogyakarta Telp. 0274 557953

    Add new tag berita
  • April 2024
    S S R K J S M
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    2930  
  • Komentar Terbaru

Revitalisasi Jihad Antikorupsi


st1\:*{behavior:url(#ieooui) }
<!– /* Font Definitions */ @font-face {font-family:Calibri; mso-font-alt:”Century Gothic”; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:””; margin-top:0in; margin-right:0in; margin-bottom:10.0pt; margin-left:0in; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:Calibri; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-bidi-font-family:”Times New Roman”;} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:45.0pt 1.0in 1.0in 1.0in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} –>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:”Times New Roman”;}

Revitalisasi Jihad Antikorupsi

Oleh Jayanti

Korupsi seolah telah menjadi bagian dari realitas kehidupan berbangsa yang kemudian menjadi sebuah tradisi tanpa malu yang terus dipertahankan sampai kapanpun. Para koruptor senantiasa dengan bangga mengerogoti uang Negara, sementara diruang yang lain ribuan warga miskin dan terpinggirkan menangis tersedu dalam kelaparan. Koruptor-koruptor ini ibarat seperti “bunglon” yang pandai berkamuflase yang artinya dapat berubah warna kulit sesuai kondisi yang diuntungkan. Jadi, kalau kemudian kita dapat membahasakan dengan mengkonstantir Carl Gustav Jung, para koruptor terjebak dalam persona (topeng identitas) yang selalu menyembunyikan kebenaran yang sesungguhnya dengan menjadikan manipulasi realitas dan hipokrit. Dalam banyak fase, korupsi lebih subur jika berselingkuh dengan kekuasaan yang merupakan sebuah instrument meraih keuntungan material.

Perselingkuhan dengan kekuasaan yang menjadi karakterisitik korupsi, maka tidak salah jika kemudian korupsi dikatakan sebagai organized crime. Masalah ini tidak bisa dilepaskan atas harmonisasi antara Negara dan bisnis. Negara dengan kekuasaan yang dimiliki akan melakukan rekayasa sosial ( social engineering) yang menopang kolega dan bisnis korupsinya. Korupsi dalam kekuasaan sudah sampai pada niat berbuat korupsi. Dalam artian bahwa secara sadar orang yang memegang kekuasaan, apapun namanya dan pada tingkat apapun, asal berkuasa, sudah sejak titik yang paling awal ingin menyalahgunakan kekuasaan (Kwik Kian Gie (2005).

Silang sengkarut antara uang dan kekuasaan yang saling terkait-tak terpisahkan melengkapi naskah buram perjalanan bangsa ini. Ada ungkapan menarik kita simak yang mengambarkan atas kondisi ini.” Uang bukan segala-galanya, tetapi tidak ada uang, akan susah segalanya”. Dengan demikian korupsi menjadi menu sehari-hari yang sangat menyebalkan dengan tindakan koruptor yang terus berkeliaran. Sehingga warga masyarakat sudah muak dengan info seperti itu dan tindakan korupsi masih saja terjadi tanpa henti.

Jihad Antikorupsi

Seruan Jihad terhadap korupsi jangan dilihat apakah efektif atau tidak dalam konteks ini. Yang paling penting bahwa arus gaung perlawanan antikorupsi melalui institusi-institusi terus genjar dilakukan. Hal ini menjadi semacam daya picu untuk membuat “bangun” badan-badan penegak hukum di negeri ini. Agar proses law enforcement terhadap para koruptor dilaksanakan dengan adil. Artinya, bahwa pengusutan tehadap para koruptor bukan terkesan tebang pilih dalam melaksanakan eksekusi bagi orang yang terlibat korupsi. Perang melawan korupsi bisa dikatakan meminjam istilah Peter Kreeft (1996)-ecumenial jihad, jihad suci yang tidak hanya dilakukan umat Islam, tetapi juga umat beragama lain. Jihad akbar melawan korupsi menjadi entitas membela bangsa ini dari keterpurukan budaya dan seni seperti apa yang dikatakan oleh M Hatta.

Jihad ini sudah menjadi sewajarnya dipelopori oleh ormas-ormas keagamaan, LSM, Gerakan Mahasiswa, parpol, akademisi dan para cendikiawan mengobarkan semangat perjuangan mengkikis korupsi. Jihad akbar yang menjadi frame berpikir seluruh elemen masyarakat yang diatas bersatupadu membangun spirit melawan korupsi yang kemudian korupsi menjadi musuh bersama (common enemy) bagi kita bersama yang harus d kikis habis sampai ke akar-akarnya.

CURICULUM VITAE

Nama :Jayanti Puspitaningrum

TTL :Jayapura, 6 nopember 1985

Pekerjaan :Mahasiswa fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Alamat Jalan Karangkajen,kesekertariatan HMI MPO Cabang YK

HP :085292282556

Hobi :membaca dan diskusi

pengalaman Organisasi :HMI MPO cabang yogyakarta

Dewan Perwakilan Mahasiswa

Lembaga Eksekutif Mahasiswa

Motto :Berani Gagal

Nb. terima kasih atas informasi dan undangannya

Korupsi? Jangan dibiasakan

<!– /* Font Definitions */ @font-face {font-family:Calibri; panose-1:0 0 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-alt:”Century Gothic”; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-format:other; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:3 0 0 0 1 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:””; margin-top:0in; margin-right:0in; margin-bottom:10.0pt; margin-left:0in; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:Calibri; mso-fareast-font-family:”Times New Roman”; mso-bidi-font-family:”Times New Roman”;} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.0in 1.0in 1.0in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} –>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:”Times New Roman”;}

Korupsi? Jangan dibiasakan

Oleh. Ahmad fauzi

“inti korupsi adalah penyalahgunaan kepercayaan untuk kepentingan pribadi” atau “pencurian melalui penipuan dalam situasi yang mengkhianati kepercayaan” (Syed Hussein Alatas)

Pendahuluan

Sejarawan Onghokam menyebutkan bahwa korupsi mulai dikenal sebagai suatu penyimpangan ketika birokrasi atau suatu sistem melakukan pemisahan antara keuangan pribadi dan keuangan umum. Dalam konsep kekuasaan tradisional tidak dikenal model pemisahaan keuangan tersebut.

Korupsi kebanyakan terjadi dinegara-negara yang sedang berkembang, karena terkait dengan transisi pemerintahan dan suatu jajahan. Modus operandi korupsi setiap waktu semakin beraneka ragam dengan pola yang semakin sulit untuk dideteksi seperti Korupsi Transaktif (transactive), korupsi yang memeras (extortive) adalah korupsi yang dipaksakankepada suatu pihak yang biasanya disertai ancaman terhadap kepentingan, orang-orang dan hal-hal yang dimilikinya. Korupsi Investif (investive) adalah memberikan suatu jasa atau barang tertentu kepada pihak lain demi keuntungan dimasa depan, korupsi perkerabatan (nepotistic), korupsi defensive (defensive) adalah pihak yang akan dirugikan terpaksa ikut terlibat didalamnya, korupsi otogenik (autogenic) korupsi otogenik adalah korupsi yang dilakukan seorang diri, tidak ada orang atau pihak lain yang terlibat didalamnya, dan korupsi suportif (supportive), tidak ada orang atau pihak lain yang terlibat didalamnya (Alatas, 1980).

Korupsi Biasa karena di Biasakan

Kalau berbicara tentang korupsi, seringkali respon dari kebanyakan masyarakat hanya datar – datar saja, bahkan ada yang menganggap biasa, lain halnya kalau kita berbicara tentang seorang pencopet atau maling ayam yang tertangkap, maka hujatan dan sumpah serapah terhadap pencopet dan maling sial tersebut akan berhamburan. Mengapa hal tersebut dapat terjadi ? Karena sebagian besar dari masyarakat kita tidak menyadari dan tidak pernah dididik bahwa sebenarnya uang yang dicuri oleh para koruptor tersebut adalah miliknya juga, dan ada haknya didalam yang hilang akibat perbuatan korupsi dari oknum tersebut. Ketika seseorang dari lingkungan kita yang mencoba untuk memberikan pengertian akan bahaya korupsi, seringkali malah ditertawakan dan dianggap aneh. Serta dianggap sok suci, sok tahu, dan lebih ironis lagi dicap mau jadi pahlawan kesiangan.

Dalam kehidupan sosial sehari – hari, sebagian dari masyarakat kita bahkan merasa kagum terhadap kehidupan pencuri berbaju pelayan masyarakat tersebut, dan dengan bersemangat begunjing tentang anak Pak Anu yang sekolah di luar negeri, tentang mobil mewah yang baru dibeli Bapak Anu, yang mana secara akal sehat tidak mungkin dapat diperoleh dengan uang gajinya. Sementara kalau ada seseorang di lingkungannya yang karena sulitnya memperoleh penghasilan untuk membelikan beras sekilo untuk makan anak dan istrinya, karena khilaf, mencuri jemuran dan tertangkap, maka dapat dipastikan akan disingkirkan dalam kehidupan sosial oleh lingkungannya, dan seringkali bahkan dianggap bagikan benda najis.

Adalah kejadian yang menyedihkan dalam kehidupan bermasyarakat kita yang tidak menyadari, bahwa seorang maling dan pencopet hanya merugikan orang perorang, sementara seorang oknum yang mengkorupsi uang negara menyengsarakan beribu bahkan berjuta rakyat di negeri ini. Seringkali kita melihat bagaiman dengan bangganya masyarakat kita mengundang seorang pejabat yang jelas dan nyata sering memeras rakyat dan mengkorupsi uang negara untuk meresmikan sebuah rumah ibadah, apakah tidak ada figur yang lebih pantas dari sang pejabat tersebut ?

Sudah saatnya rakyat di negeri ini diberi pendidikan dan pengetahuan tentang akibat dari perbuatan korupsi yang dilakukan oleh oknum – oknum tertentu, bahwa perbuatan tersebut dapat menyengsarakan dan merugikan banyak orang, bukan hanya sekarang, tetapi anak cucu kita juga kebagian sengsaranya.

Sudah banyak saran, pendapat maupun buah pikiran cemerlang dari ahli dan pakar berbagai disiplin ilmu yang diajukan untuk memberantas korupsi di negara ini, nyatanya sampai hari ini korupsi tetap merajalela dengan segala cara dan model. Termasuk usul untuk menaikkan gaji dan tingkat kesejahteraan pegawai negeri. Yang mana menurut pendapat kami bahwa orang yang sudah terbiasa mencuri uang negara bagaikan meminum air laut, makin diminum makin haus. Seberapapun ditambah gajinya tetap akan korupsi juga, bahkan makin besar.

Untuk mengikis korupsi sedikit demi sedikit, yang mudah – mudahan pada waktunya nanti, perbuatan korupsi dapat diberantas dari negara ini atau sekurang – kurangnya dapat ditekan sampai tingkat serendah mungkin, beberapa hal yang menurut pendapat kami pribadi adalah :

1. Kontrol sosial dari masyarakat, yang menyadari bahwa perbuatan korupsi merugikan semua orang, dan korupsi uang negara adalah perbuatan jahat yang direncanakan dan menyengsarakan rakyat. Bahwa koruptor itu berjuta kali lebih jahat dan kejam dari segala perbuatan kriminal lainnya. Dan perbuatan korupsi adalah perbuatan manusia bejat serta tidak bermoral.

2. Sistem hukum yang berlaku, seharusnya dalam pelaksanaan sistem hukum negara kita jangan ada perbedaan perlakuan dalam bentuk apapun dan terhadap siapapun, kalau maling ayam ketangkap masuk tahanan, sang pejabat yang ada bukti awal korupsi juga seharusnya segera dimasukkan dalam tahanan. Pelaku kriminal lainnya hanya boleh dibesuk pada jam dan waktu yang telah ditentukan, sang koruptor harusnya juga diperkakukan sama. Seringkali pihak aparat penegak hukumnya seolah – olah kalah wibawa dengan sang koruptor, jelas ini masalah moral dan mental yang perlu segera dibenahi.

3. Seleksi penerimaan Pegawai Negeri, Cara penerimaan pegawai negeri yang sampai hari ini tidak jelas ujung pangkalnya perlu sesegera mungkin dibenahi, dan dengan prinsip dasar transparan. Sehingga jelas apa dasar dan alasan seseorang diterima menjadi pegawai negeri, juga pengangkatan pejabat yang sampai hari ini masih kacau balau, ( Saya melihat sendiri seorang keponakan pejabat yang diangkat menjadi kepala dinas, untuk memimpin rapat saja tidak tahu bagaimana caranya )

4. Undang – undang korupsi, yang berlaku saat ini, terlampau banyak celah dan kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh koruptor. Berlakukan undang – undang korupsi pembuktian terbalik dengan tambahan bahwa yang dapat dijerat dengan undang – undang ini termasuk keluarga sang pejabat. ( lihat lampiran )

5. Saluran terbuka untuk masyarakat, seringkali masyarakat mengetahui tentang adanya perbuatan korupsi, tetapi tidak tahu harus melapor kemana dan kepada siapa, juga ketakutan akan dijadikan saksi yang bakal merepotkan dirinya, perlu dipikirkan agar adanya akses langsung dari masyarakat luas kepada pihak yang betul – betul dapat menjamin dan melindungi pelapor, juga menindak lanjuti laporan tersebut, sehingga tidak menciptakan sikap masa bodoh dari masyarakat, seperti yang terjadi saat ini.

6. Sistem pendidikan, mungkin dapat dirancang untuk dimasukkan dalam kurikulum pendidikan mulai setingkat SLTP, yang menanamkan kepada anak didik tentang hak dan kewajiban warga negara atas negaranya, juga menanamkan rasa memiliki negara ini, dengan mengajarkan apa sebenarnya yang dimaksud dengan korupsi, akibatnya, dan rasa kebenciannya terhadap korupsi, sehingga anak – anak koruptor tidak dengan leluasa lagi mendikte sekolahnya, di sekolah – sekolah favorit tertentu, secara tidak langsung, anak – anak koruptor seringkali memberikan contoh dan image yang tidak baik terhadap kawan – kawannya, dan akan berpengaruh di jiwa seorang anak – anak lainnya di kemudian hari. Lihatlah anak – anak koruptor yang baru bersekolah di SLTP, dengan bangganya mengendarai mobil hasil dari korupsi orangtuanya yang berharga ratusan juta rupiah ke sekolah.

Reperensi: Bidang Tarjih dan Tajdid PP.Muhammadiyah “Fiqih anti Korupsi”

Artikel-Artikel penanggulangan Korupsi di Indonesia

SEVERAL THINGS ABOUT CORRUPTION1

SEVERAL THINGS ABOUT CORRUPTION1

Mahaarum Kusuma P2 (BEM UGM)

Power tends to corrupt and absolute power tends to corrupt absolutely. Famous words came from Lord Acton that we may hear for thousand times. But have we looked it deeper? What is power, then? What does also the word corrupt refer to? And what is the concept about absolutely? I, my self indicate power to sovereignty in all kind of, since the smallest one till the biggest one. For case, the government has sovereignty to the civil, treasure has sovereignty to the money he keeps, and so on. Those all subject has a control to the object.  That’s what I call power. What about corrupt, then? Corrupt may define as a mal done by the subject who has power to the object he has control to. For case, the government who has to be the servant of the civil in fact  of undefined pay policy become the Godfather one. They may blame the civil and make them harder to get service with lots kind

This state of affairs is really indicating corruption. And about absolute, we could take a case from the old king in the world. Since Henri the XVI in France till Suharto in Indonesia years ago are the case of absolute power. There’s no power to compare or to watch their policy. They have a certain power without any consider. That’s what I call absolute. One of the famous formula about Lord Acton’s statement is C = A + M – T which is Corruption is authority (power) combine with monopolistic (absolute) without any transparency (mal).

So those all the elaboration about what is corruption. To fight against, we have to look up the cause. Then why does corruption exist? Is it really just because of the person morality? Or because the system we include in? Or because the culture we agree on? Or all of those! Well, I think those three situations and maybe more abstraction can be seen in Indonesia nowadays and those impact corruption. As we know the cause of corruption, not that simple to clean up life without corruption. It’s not about lesson in the class with brilliant theory. It’s about fact in the field. Yeah, just like we play a football. We cannot say that the player should kick the ball to the right or to the left. Those all depend on the situation in the field. Is that any one of the team in front of or instead the opposition team? This condition can also be seen in the battle against corruption. We cannot say that corruption will be heal with the improvement of morality (just!), instead, lots of case of corruption happen with the subject is a religion popular, or the culture? Well, I think lots case also included those people whom known as the culture scientist. Or is it the system? Well, Indonesia is one of the most dynamic nation. System in this nation always change, whatever it is. Or may we have to make a static system to free from corruption? I don’t think so…

So then what should we do to against corruption? Are all of those uncertain answers should be left away? No! We have to do all of act that we may do to (at least) decrease corruption, as we have to look up the new effective way to free this world from corruption. Internalization is one of the way. Classical class with lots of student may be replace with focus group discussion. In corruption, big act or campaign may not effective, but share ideas about impact in front of the actor may become more effective. Check and balances inside and outside the organ may reduce the chance to corrupt. As it is not the solidarity of paranoid. All this long, the doctrine check and balances in Indonesia became not effective and even become the tight chain of corruption gangster.  Waskat as the watch system in government institution may not be effective because the authority is not in the observer, but in the headoffice that should be watched! Well, not effective doesn’t mean should be left off (again!). With those all of watch system, we still stolen by the corruptor, what if there’s no watch system?

Well, ladies and gentleman, I, my self may have no solution to fight against corruption generally. I can only say that corruption is the virus that may have influenced us and people surround us. So, let us sit together and cleaned up this virus. How’s the way? Let discus more…

1. Presented at the Scholl of ISaAC (Integrity and Anti Corruption) by Partnership Yogyakarta, September 25th – 28th 2007

2. Student of Law Faculty of Gadjah Mada University, head of division Analytic and Investigation Department of Advocacy BEM KM UGM 2007

Pendidikan Karakter, Sebuah Agenda Perbaikan Moral Bangsa

Pendidikan Karakter,
Sebuah Agenda Perbaikan Moral Bangsa

EDUKASI Jakarta, september 2005 lalu, sinar mentari menyengat kota metropolitan siang itu. Ketika kami hendak melangkah memburu berita menyusuri kota yang menjadi jantung ibukota itu, kami menyaksikan semangat yang berkobar untuk membasmi korupsi di negeri ini. Namun, panas mentari tak menjadi penghalang bagi para pahlawan pembasmi korupsi tersebut. Mereka yang mengaku tergabung dalam lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang ramai mengadakan kampanye pemberantasan korupsi dengan membagikan buku kecil berukuran 9×14 cm itu kepada setiap orang yang melintas di hadapan mereka. Buku kecil itu mereka sebut buku saku pemberantasan korupsi “Memahami Untuk Membasmi” yang diterbitkan oleh KPK sendiri. Ternyata pembagian buku saku secara gratis tersebut bukan hanya kami jumpai di tempat-tempat umum, kami pun melihat mereka mensosialisasikannya ke tempat-tempat kerja, tempat-tempat formal serta lembaga-lembaga masyarakat baik negeri maupun swasta.”

Oleh : Nida nailly Illiyun

Gencarnya aksi pemberantasan korupsi tak pernah surut dan tak lekang dari hadapan kita. Berbagai jargon “Ayo….Lawan korupsi!” Koruptor sehat, rakyat sekarat”, terpampang bukan hanya di jala-jalan dan tempat umum, namun tampilan media massa dan iklan pun berlomba-lomba mengusung issue tersebut. Kampanye yang selalu digembor-gemborkan oleh para elit politik dan janji yang ditawarkan kepada rakyat pun, selalu dengan dalih pemberantasan korupsi. Demikian pula yang ditawarkan dalam agenda awal SBY-Kalla dalam “Seratus (100) hari berantas korupsi” masih menjadi pertanyaan besar, sudah berapa prosentase keberhasilan agenda ini?

Masih menjadi negara terkorup

Berkembangnya praktek-praktek korupsi telah mengakar ke seluruh lini kehidupan bangsa Indonesia. Selama kurang lebih satu dasawarsa, sejak pertengahan tahun 1990 hingga sekarang, roda perputaran korupsi masih saja berhembus kencang, nyaris tanpa henti. Nampaknya, masa orde baru telah menjadi lahan subur dan merupakan imbas dari meluasnya praktek korupsi di tingkat elit puncak, yakni di lingkungan istana negara yang melibatkan keluarga Cendana. Skandal korupsi pada masa kepresidenan orde baru telah mencapai jumlah yang sangat fantastis, yaitu lebih dari Rp.700triliun. Sebagaimana yang pernah diteliti oleh George Junus Aditjondro, jumlah ini menurutnya merupakan rekor tertinggi dari prestasi “presidential graft” ditingkat dunia, mengalahkan jumlah korupsi yang diraih para diktator Afrika dan Amerika Latin.

Genderang keras praktek korupsi yang ditabuh pada masa orde baru telah menjadi pemicu berkembang dan berbuahnya praktek korupsi pada era reformasi hingga terus meningkat sampai sekarang. Meskipun berbagai kebijakan presiden SBY telah dilaksanakan, yakni tentang pembersihan korupsi yang dimulai dari lingkungan presiden dan membentuk Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Inpres No.5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi) serta Keputusan No.11 2005. Namun tetap tidak mampu mengubah posisi Indonesia menjadi negara terkorup. Hingga saat ini Indonesia masih menduduki peringkat 10 besar dalam indeks persepsi korupsi. Demikian kami lampiran data dari Transperenscy International tentang perkembangan posisi Indonesia dari tahun-ke tahun :

Tahun Indeks CPI Peringkat ke-
1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

1,94

2,65

2,72

2,0

1,7

1,7

1,9

1,9

1,8

2,0

2,2

2,4

1 dari 41 negara

9 dari 54 negara

7 dari 52 negara

5 dari 85 negara

3 dari 99 negara

5 dari 90 negara

3 dari 91 negara

6 dari 102 negara

5 dari 133 negara

9 dari 145 negara

6 dari 159 negara

7 dari 163 negara

Dari data tersebut peringkat terburuk yang pernah dicapai Indonesia adalah pada tahun 1995 yang menduduki posisi terbawah sebagai negara paling korup se-Asia. Jika kita lihat pada tahun 1997 posisi Indonesia sedikit mengalami peningkatan, dan ini merupakan indeks terbaik yang pernah diperoleh Indonesia pada 12 tahun terakhir yakni dengan skor 2,72. Namun setelah tahun 1997, indeks persepsi korupsi tersebut terus mengalami penurunan. Dan akhirnya pada tengah tahun 1997 itu, Indonesia dinyatakan mengalami krisis ekonomi yang kemudian diikuti dengan berbagai krisis lain seperti politik, budaya, sosial dan multi krisis lain hingga pada parahnya krisis moral dan kepercayaan.

Berbagi ikhtiar, taktik, siasat dan berbagi pendekatan serta kebijakan hukum telah dilakukan di bawah lima kursi kepemimpinan presiden, mulai dari Soeharto, Habibie Gusdur, Megawati hingga SBY masing-masing mempunyai jalan tersendiri untuk memotong laju korupsi yang telah mengakar di negeri ini. Tetapi mulai dari orde baru, reformasi hingga sekarang hasilnya masih sama saja. Mengapa begitu sulit memberangus korupsi di negeri ini?

Memicu perdebatan, muatan anti korupsi masuk kurikulum

Meskipun telah menjamur dan menjadi bahasan yang tidak pernah berhenti untuk dibicarakan, namun masalah korupsi tak pernah mematahkan semangat para pakar patologi dan para founding fathers untuk terus mencari jalan keluar dalam mengatasi masalah korupsi tersebut. SBY telah mengimbau kepada semua pihak dari mulai masyarakat sipil, organisasi non pemerintah dan aktivis anti korupsi hingga media massa agar semuanya melibatkan diri dalam usaha pemberantasan korupsi.

Praktek korupsi memang sudah semakin sistemik dan susah untuk diurai akarnya. Berbagai cara untuk mencegah dan memeranginya telah diupayakan hingga melibatkan semua pihak, termasuk menggunakan institusi pendidikan sebagai media untuk memperbaiki moral bangsa dan menanamkan nilai-nilai anti korupsi. Pasalnya, institusi pendidikan adalah tempat terbaik untuk mencetak kader bangsa di masa depan. Dan diharapkan turut aktif untuk memerangi korupsi sebagai musuh terbesar bangsa kita selama ini.

Nampaknya, pemberantasan korupsi bukan hanya menjadi perdebatan dan issue hangat di dunia para elit politik. Para tokoh elit pendidikan akhir-akhir ini pun juga disibukkan dengan pro kontra penerapan “Pendidikan Anti Korupsi”. “Misi-misi pendidikan anti korupsi memang perlu kita terapkan juga dalam lembaga pendidikan, kami yang akan mengawali”, Ungkap Eko S. Djiptadi, anggota KPK ini dengan semangat ketika kami temui di tengah kesibukannya. “Itu sudah kami programkan, dan kami telah melakukan training of trainer ke beberapa sekolah untuk segera melaksanakan Pendidikan Anti Korupsi”, tambahnya.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Syahruddin Rosul juga menyatakan, “Bangsa ini perlu pendidikan seumur hidup. Saat ini kami mencoba membuat desain pendidikan anti korupsi seumur hidup, dan ini sudah mulai diajarkan dan ditanamkan sejak dalam lingkungan keluarga. Pendidikan anti korupsi tersebut memiliki efek jangka panjang dan langsung tertanam dalam mental generasi muda. Ujarnya, ketika kami temui di hotel Grand Candi, Semarang.

Disini, program yang dicetuskan oleh KPK memang telah berjalan sekitar pertengahan tahun 2006 lalu, dan telah dilaksanakan di beberapa institusi pendidikan, seperti Udayana (), Andalas (Ujung Pandang), dan di Jawa Tengah telah digodok oleh UNIKA Soegiyopranata. KPK  hanya sebagai trainer, dan yang menjadi pelaksana untuk terjun langsung berhadapan dengan peserta didik adalah para tokoh masyarakat, dan para mahasiswa. Guru tidak diikutkan dalam hal ini, alasannya agar murid tidak merasa bosan karena yang mereka temui adalah wajah-wajah baru. Apalagi dipilihnya para mahasiswa, dapat menambah semangat baru untuk belajar.

Eko S.Djiptadi juga menuturkan bahwa dalam aplikasinya tidak perlu ada materi khusus pembelajaran anti korupsi dalam kurikulum  di sekolah. Karena pendidikan anti korupsi dapat diberikan sebagai kegiatan ekstra kurikuler atau dengan menanamkan nilai-nilai pembelajaran anti korupsi secara terintegrasi dalam mata pelajaran yang sudah ada.

Pernyataan ini juga ditegaskan oleh ketua Badan Standar Nasoional Pendidikan (BSNP), Prof.Dr.M.Yunan Yusuf yang menyatakan bahwa tidak akan memasukkan muatan anti korupsi dalam mata pelajaran sendiri, mengingat kurikulum pendidikan saat ini sudah sarat beban sehingga tidak mungkin untuk menambah mata pelajaran baru anti korupsi. “Kami hanya akan merumuskan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk memasukkan muatan anti korupsi ke dalam mata pelajaran yang ada kaitannya dengan moral dan budi pekerti, seperti Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama. Setiap satuan pendidikan mempunyai otonomi untuk mengembangkannya sesuai dengan kemampuan dan local wisdom yang dimiliki masing-masing. Yang penting mereka telah mencapai SK-KD yang telah kami berikan”, ungkap Ketua BSNP itu.

Sejak wacana pendidikan anti korupsi digulirkan pada pertengahan tahun 2006, disinyalir masih memicu perdebatan di kalangan para aktivis anti korupsi. Sepertinya penerapan konsep pendidikan anti korupsi mendapat tanggapan pesimis, dan malah hanya akan menjadi bumerang bagi institusi pendidikan sendiri.

Analisis dari anggota Indonesia Coruption Wach (ICW) dan anggota Koalisi Pendidikan, Ade Irawan menilai bahwa institusi pendidikan justru akan menjadi garda depan dalam upaya mendidik orang untuk melakukan korupsi. Terbukti, departemen yang mengusung tema pendidikan pun, yakni Diknas dan Depag merupakan institusi yang paling banyak penyelewengannya. ICW juga pernah membuat peta korupsi di institusi pendidikan yang dibagi menjadi 4 lapis korupsi di pendidikan. Lapis pertama adalah korupsi yang dilakukan oleh guru, ini mungkin disebabkan karena faktor kebutuhan (Corruption by need) karena selama ini kesejahteraan guru masih sangat minim. Yang kedua adalah korupsi yang dilakukan oleh kepala sekolah. Lapis ketiga korupsi yang dilakukan oleh komite sekolah, dan yang terakhir adalah korupsi yang dilakukan oleh dinas pendidikan (seperti Diknas dan Depag).

Masih menurut Ade Irawan, jika pendidikan anti korupsi dipaksa masuk kurikulum, maka dalam dataran teknis masih akan terbentur banyak kendala. Sebab problem intern dari pendidikan belum diselesaikan, harus ada pembenahan secara serius nalar koruptif dalam dunia pendidikan dan pemerintah harus mengutamakan kesejahteraan serta mutu guru. Katanya, “Sebaik apapun kurikulum yang akan digunakan, jika mutu guru rendah nonsent pendidikan tidak akan pernah berhasil”.

Di tempat berbeda hal senada juga dibenarkan oleh Koordinator Koalisi Pendidikan, Lodi Paat, menurutnya ketika korupsi masih menggerogoti dunia pendidikan di Indonesia sampai tingkat sekolah, pelajaran anti korupsi hanya akan menjadi pengetahuan belaka. Jauh lebih baik jika nilai-nilai tentang keadilan dan kejujuran yang ditanamkan pada murid melalui berbagai mata pelajaran di sekolah. “Di sekolah jarang sekali ada murid berani protes dan bilang; ini tidak adil!. Pembentukan sikap seperti inilah yang lebih penting daripada hanya memberi pengetahuan tentang korupsi”, katanya ketika crew edukasi menemuinya saat seminar PP guru di hotel Mustika, Jakarta.

Pemberantasan korupsi melalui jalur pendidikan harus kita sikapi secara positif. Kita sudah tidak lagi bisa, jika hanya mengandalkan kinerja lembaga-lembaga di bawah payung hukum untuk menangani kasus korupsi. Hasil survei Global Coruption Barometer yang dipapar Tranperency Internasional Indonesia (TII) belum lama ini, lembaga peradilan (pengadilan dan kejakssan) menempati posisi di bawah DPR (lembaga yang dianggap terkorup 2006). Setelah peradilan, menyusul kemudian kepolisian dengan skor sama 4,2 dan berikutnya parpol dengan indeks 4,1 persen (Jawa Pos, 8/01).

Tidak ada jalan lain, kita harus kembali menata konsep pendidikan kita untuk memotong laju korupsi dengan menerapkan pendidikan moral sejak dini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, agar negeri ini mempunyai SDM yang memiliki derajat moralitas tinggi.

Moralitas pendidikan

Prof. Schoorl (1982) berpendapat bahwa, praktek-praktek pendidikan merupakan wahana terbaik dalam menyiapkan SDM dengan derajat moralitas tinggi. Di negara kita, tujuan Pendidikan Nasional diidealisasikan sebagaimana termuat dalam UU-RI No.2 tahun 1989 pasal 4, “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Jika tujuan ini dapat terwujud dalam realita pendidikan kita, kita tidak perlu bermimpi untuk mempunyai bang yang berkepribadian tangguh, terdidik, bersih dari segala bentuk penyimpangan serta masyarakat yang menjunjung tinggi moralitas.

Sayangnya, praktek-praktek demoralisasi juga telah mewabah menjangkiti dunia pendidikan yang tidak pernah memberikan mainstream untuk berperilaku jujur dan hanya mengajarkan pendidikan moral dan budi pekerti sebatas tekstualis, yang ketika keluar dari pagar sekolah siswa harus menghadapi kehidupan yang kontradiktif. Bahkan, fenomena lahirnya praktek korupsi juga berawal dari dunia pendidikan, ditandai dengan gejala tereduksinya moralitas dan nurani sebagian dari kalangan akademisi dengan bukti empirik masih tingginya angka kebocoran di institusi terkait, pengkatrolan nilai oleh guru, plagiatisme naskah-naskah skripsi dan tesis, menjamurnya budaya nyontek para murid, korupsi waktu mengajar, dan sebagainya.

Selama ini merosotnya kualitas pendidikan nasional hanya terfokus pada persoalan untuk menyiapkan peserta didik agar mampu bersaing di era pasar global, sehingga yang disorot hanyalah dari hasil kelulusan (output) belaka. Sementara penanaman moral dan pencapaian tujuan pendidikan nasional untuk mampu mencetak generasi yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas secara emosional dan spiritual menjadi terlupakan. Disinilah perlu adanya pembenahan dalam pembentukan moralitas pendidikan yang secara praksisnya termuat secara tersembunyi di dalam kurikulum (hidden curriculum).

Perlu pendidikan holistik

Ratna Megawangi, pendiri IHF (Indonesia Heterage Foundation) berpendapat, “Pendidikan disebut holistik itu, adalah hol yang artinya menyeluruh. Kita membangun manusia bukan hanya dari dimensi kognitif saja. Bagaimana kita menyeimbangkan fungsi otak kanan dan otak kiri, itulah yang penting. Karena selama ini, hanya otak kiri saja (hafalan) itu, yang membuat negara kita tidak berkembang dan output nya belum bisa menjadi manusia seutuhnya”.

Seutuhnya itu disebut holy. Dalam bahasa Inggris holistik itu dari kata holy dan healty.  Orang yang bijak itu biasanya disebut holinan. Sebab ia berkembang secara menyeluruh, secara utuh. Bahwa ini menunjukkan kita pintar tapi tidak bermoral/licik. Atau pintar tapi suka iri, dengki terhadap orang lain, pintar tapi suka menghujat orang. Kita harus sadar bahwa ada sesuatu yang salah disini jadi manusia harus dikembangkan secara holistik dari emosinya, kretifitasnya, kemampuan dan interaksi sosialnya, kognitif motorik dan afektifnya juga. Kasar dan halus, semua tangan harus dilatih, sehingga seperti orang Jepang dengan origaminya yang bisa menciptakan produk-produk yang sangat halus karena terlatih

Perdebatan mengenai wacana pendidikan anti korupsi signifikan atau tidak jika diterapkan dalam kurikulum menjadi berkepanjangan tanpa kata akhir, sebelum hasil penelitian mengemukakan data yang valid dan representatif yang memenuhi syarat normatif yang berlaku secara universal. Apapun itu hasilnya nanti, tujuan sebenarnya dimasukkannya pendidikan anti korupsi dalam kurikulum merupakan kerangka dalam rangka menciptakan manusia yang utuh (holistic), kokoh dan tangguh.

Disini kami mencoba memberikan beberapa sample pendidikan holistic dari beberapa lembaga yang selama ini telah berdiri atas dasar keprihatianan terhadap institusi pendidikan kita, khususnya dalam rangaka menata moral dan martabat bangsa.

Pentingnya penanaman karakter sejak dini

Dr. ir. Ratna Megawangi, M. Sc menilai, pendidikan karakter dan akhlak yang baik selama ini kurang mendapat penekanan dalam sistem pendidikan negara kita. Pelajaran PMP, agama atau budipekerti selama ini dianggap tidak berhasil. Karena pengajarannya hanya sebatas teori tanpa adanya refleksi dari nilai-nilai pendidikan tersebut. Akibatnya anak tumbuh menjadi manusia yang tidak memiliki karakter, bahkan dinilai lebih buruk lagi menjadi generasi yang tidak bermoral.

Melihat kondisi tersebut, Ratna Megawangi mempelopori sebuah sistem pendidikan yang menekankan pembentukan karakter dan akhlak bagi anak-anak indonesia melalui Yayasan Indonesia Heritage Foundation (IHF).(Mitranetra,24-05).

IHF ini telah membentuk sebuah model komprehensif pendidikan pra sekolah yang dapat diadopsi oleh masyarakat luas, terutama masyarakat miskin. Model ini adalah sebuah usaha untuk melakukan pendidikan karakter secara holistic yang melibatkan aspek “knowledge, felling, loving, dan acting”. Model ini telah diterapkan melalui kegiatan Semai Benih Bangsa (SBB) dan TK.

Pada dasarnya anak yang kualitas karakternya rendah adalah anak yang tingkat perkembangan emosi-sosialnya rendah. Maka penerapan karakter di usia dini merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Thomas Lickona (1991) mendefinisikan orang yang berkarkter sebagai sifat alami seseorang dalam merespons situasi secara bermoral, yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang bak, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain serta karakter mulia lainnya. Seperti yang diungkapkan Aristoteles bahwa karakteristik itu erat kaitannya dengan habit atau kebiasaan yang dilakukan secara terus -menerus.

Jadi konsep yang dibangun dari model ini adalah habit of the mind, habit of the heart dan habit of the hands. Sejauh ini sudah ada sekitar 200 SBB yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Jika anda tertarik untuk mendirikan TK informal ini atau ingin mengetahui lebih banyak, jangan lewatkan wawancara crew edukasi oleh Ratna Megawangi atau datang langsung  ke IHF di Cimanggis, Depok.

POSITION PAPER Dugaan melayangnya hak-hak pendidikan anak sekolah di Sleman

POSITION PAPER

Dugaan melayangnya hak-hak pendidikan

anak sekolah di Sleman[1]

I. Pendahuluan

Pendidikan sebagaimana hak dasar lainnya menjadi tanggungjawab negara untuk memenuhinya. Penegasan ini dituangkan dalam UUD 1945 Amandemen. Tidak ada toleransi atas mangkirnya pemerintah dalam menyelesaikan pemenuhan hal tersebut.

Salah satu kebutuhan siswa yang banyak disediakan oleh pemerintah di beberapa tempat adalah buku. Buku menjadi kebutuhan siswa untuk memperlancar proses belajar mengajar. Seiring dengan semakin berkembangnya kegiatan belajar mengajar, kebutuhan itu pada akhirnya menjadi ‘ketergantungan’. Akibatnya, ada kewajiban bagi siswa untuk memiliki buku pelajaran.

Sayangnya tidak setiap orang tua siswa mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Apalagi dimusim krisis, bagi masyarakat buku tidak menjadi kebutuhan utama yang harus dipenuhi.

Akhirnya pemerintah berupaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan cara membuat program pengadaan buku pelajaran teks wajib bagi siswa. Demikian halnya pemerintah Kabupaten Sleman, untuk membantu siswa dalam hal buku teks wajib di sekolah ( SD/MI, SMP/Tsanawiyah, SMA/MA ) di Kab. Sleman, maka pemda Kab. Sleman merealisasikan dengan adanya Proyek  Pengadaan Buku Teks Wajib SD/MI, SMP/Tsanawiyah, SMA/MA.

II. Kronologis

Diawali adanya Keputusan Pimpinan DPRD Sleman dalam Surat Keputusan  Nomor 24/K.Pimp.DPRD/2004 tertanggal 21 April 2004 yang isinya: Pimpinan Dewan menyetujui pengadaan buku teks wajib SD/MI, SMP/Tsanawiyah, SMA/MA. Nota tersebut tidak mungkin muncul secara tiba-tiba tanpa permohonan dari eksekutif. [2]

Sebagai tindaklanjut dari Keputusan Pimpinan Dewan, maka Bupati Sleman menerbitkan SK nomor  425/001026 tertanggal 21 April 2004 yang isinya memerintahkan  kepada Kepala Dinas Pendidikan Kab. Sleman untuk melaksanakan pengadaan buku teks wajib SD/MI, SMP/Tsanawiyah, SMA/MA  dengan mekanisme melalui cara  Penunjukan Langsung kepada PT Balai Pustaka.

Kemudian antara PT Balai Pustaka yang diwakili oleh Direktur Utama dengan Pemda Kab. Sleman yang diwakili oleh Kepala Dinas Pendididikan  mengadakan kesepakatan dalam bentuk  Surat Perjanjian Kerjasama (SPK). Adapun dasar hukum penunjukan langsung tersebut adalah :

1.      Keppres No.80 tahun 2003 tentang  Pedoman Pelaksanaan Pengadaan barang/jasa Instansi Pemerintah

2.      Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.084/U/2002 tanggal 4 Juni 2002 tentang Perubahan Sistem Catur Wulan menjadi Sistem Semester.

3.      Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.0689/M/1990 tentang hak penerbitan buku pelajaran dan buku bacaan hasul proyek di Lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan kepada Perusahaan Umum (Perum) Penerbitan dan Percetakan Balai Pustaka.

4.      Keputusan Menteri Pendidikan dan kebudayaan RI No. 044/M/1994 tentang cetak ulang buku pelajaran terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

5.      Perda Kab.Sleman No.8 tahun 2004 tanggal 29 Januari 2004 tentang penetapan APBD Kab.Sleman tahun anggaran 2004.

6.      Persetujuan Pimpinan  DPRD Sleman No.24/K.PIMP.DPRD/2004 tanggal 21 April 2004, tentang persetujuan Pengadaan Buku Pelajaran Wajib bagi SD/MI, SMP/Tsanawiyah, SMA/MA se Kabupaten Sleman.

7.      Surat Keputusan Bupati Sleman No.425/001026, tanggal 24 April 2004 tentang ijin Penunjukkan langsung Tanpa Lelang dan Ijin Kontrak Tahun Jamak pengadaan buku pelajaran wajib SD/MI, SMP/Tsanawiyah, SMA/MA.

Pembayaran atas proyek tersebut diambilkan dari dana APBD Sleman sebesar Rp. 29.820.429.000,00 dengan sistim multiyear.

III. Peraturan perundangan yang dilanggar

  • peraturan yang digunakan sebagai dasar hukum untuk penunjukan langsung tersebut tidak dapat diterapkan pada PT Balai Pustaka dengan adanya Peraturan Pemerintah No 66/1996 (tentang status badan hukum PT Balai Pustaka), Sebagai badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas, PT Balai Pustaka tidak lagi diberi hak monopoli seperti saat menjadi Perum Balai Pustaka.
  • Kepmendikbud No. 330/U/1997; SK Mendikbud No. 0689/M/1990 dan SK Mendikbud No. 044/M/1994 sekarang tidak berlaku lagi dengan keluarnya Keppres No. 80/2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  • Ketiga peraturan tersebut diatas yaitu Kepmendikbud No. 330/U/1997; SK Mendikbud No. 0689/M/1990 dan SK Mendikbud No. 044/M/1994 jelas-jelas melanggar ketentuan dalam Keppres No. 80/2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yaitu pada :

i.      pasal 3  tentang tidak dipenuhinya prinsip-prinsip efisien, efektif, terbuka  dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel.

ii.      pasal 10 ayat (1) tentang kewajiban diadakannya panitia  pengadaan apabila nilai proyek mencapai diatas  Rp. 50.000.000,00.

iii.      pasal 17 ayat (1)  tentang pemilihan dan penyediaan barang dan jasa , pada prinsipnya harus melalui mekanisme Pelelangan Umum

iv.      pasal 17 ayat (5) tentang apabila dakam keadaan tertentu dan khusus, pemilihan penyedia barang/jasa pemerintah dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung terhadap I (satu) penyedia barang/jasa dengan melakukan negosiasi baik teknis  maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.

  • Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ada beberapa peraturan yang jelas-jelas dilanggar, yaitu:

Ø      BAB I pasal 1 ayat (10), monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau atas penguasaan barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh salah satu pelaku usaha atau satu pelaku kelompok usaha

Ø      BAB V pasal 17 ayat (1),  Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli

IV. Dugaan penyimpangan atas nilai proyek

Penyimpangan atuaran itu diikuti oleh adanya penyimpangan nilai proyek. Akibatnya, keluaran proyek berupa buku teks wajib itu terdapat beberapa kekeliruan mendasar dan tidak memenuhi standart nasional Panitia Nasional Peneliaian Buku. [3]

Beberapa penyimpangan nilai proyek yang patut diduga:

1.            dugaan mark up berdasarkan perbandingan harga proyek dengan harga pasar.

Misal : Buku Matematika SD Klas I  Balai Pustaka

Harga Proyek  Rp.38.720,00 per eksemplar

Harga toko      Rp.32.000,00 per eksemplar

Selisih             Rp.  6.720,00 (17,37%)

Bila dirata-rata mark up mencapai 17.37% dari seluruh buku matapelajaan

2. Dugaan Mark up total :

2.1  Dari selisih harga: Rp.29.230.429.000,00 X 17,37% = Rp  5.179.169.042,00

2.2. Dari rabat yang diterima (rata-rata rabat yang diberikan oleh penerbit kepada toko buku adalah 35%): Rp. .29.230.429.000,00 X35%=Rp 10.437.150.150,00

Dugaan total dana proyek pengadaan buku teks wajib SD,SMP,SMA  Ibtidaiyah sebesar Rp.5.179.169.042,00 +Rp.10.437.150.150,00=Rp.15.616.319.192,00

V. Kesimpulan

  • Sejak awal dalam proyek pengadaan buku teks Wajib SD/MI, SMP/Tsanawiyah, SMA/MA di Kab. Sleman terindikasi adanya dugaan Perbuatan Melawan Hukum dan KKN.
  • Pelaksanaannya terkesan dipaksakan dengan menggunakan dasar hukum peraturan perundang-undangan yang telah usang/tidak berlaku (sebagai upaya memaksakan diri untuk melegalkan sesuatu yang dikehendaki)
  • melanggar peraturan perundang undangan yang berlaku yang pada akhirnya tujuan utamanya adalah adanya dugaan Korupsi atas dana APBD.

Berdasarkan uraian diatas, maka telah timbul kerugian-kerugian sebagai berikut:

1.      Adanya tindakan melawan hukum/terjadinya penyimpangan hukum.

2.      Telah terjadi penggunaan kerugian negara (dalam hal ini APBD) yang digunakan untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok

3.      Terjadi ketidak taatan pada hukum.

4.      Terjadi penyalahgunaan wewenang maupun jabatan.


[1] Dipersiapakan oleh Institute for Development and Economics Analysis (IDEA) untuk koalisi anti-korupsi Yogyakarta sebagai bahan pertemuan dengan BPKP, 7 September 2005

[2] Penelusuran surat permohonan ini penting untuk mengetahuidari siapa  inisiatif pengadaan buku ini berasal .

[3] Kasus ini tengah ditangani oleh POLDA DIY atas Laporan dari Sdr. Triyandi Mulkan,S.H.,MM dan sampai sekarang masih dalam proses hukum.

Jangan Hancuri Negeri Dengan Korupsi

Jangan Hancuri Negeri Dengan Korupsi
Oleh :
Martariwansyah

Mendagri BEM Kema Unpad 2006/2007

Baru kemarin kita menggaungkan reformasi, tapi sayang hanya sekedar basa-basi. Tidak ada implikasi apalagi realisasi. Banyak pihak yang merasa terbohongi dengan janji-janji yang tidak pasti. Masih banyak penyelewengan birokrasi yang terjadi, mulai dari tidak transparansi sampai maraknya praktek Kolusi. Boleh jadi, semua itu indikasi adanya korupsi yang semakin sulit di antisipasi.
Berbicara masalah korupsi artinya berbicara tentang etika sikap dan hati nurani. Menurut Max Weber, seorang peletak dasar metodologi ilmu sosial, mengatakan bahwa korupsi adalah mengambil secara tidak jujur perbendaharaan milik publik atau barang untuk kepentingan dirinya sendiri, keluarga atau kelompok tertentu. Bentuk sederhananya seperti menggelapkan uang kantor, menyalahgunakan wewenang untuk menerima suap dan menikmati gaji buta tanpa bekerja secara serius. Artinya ada tingkah laku yang menyimpang dari tanggung jawab yang mencerminkan buruknya mental personal seseorang. Menurut ahli hukum Baharuddin Lopa, salah satu faktor lainnya adalah penegakan hukum yang masih lemah dan tidak rapihnya manajemen birokrasi serta pengawasan dari tim independen yang masih kurang sehingga menyebabkan korupsi ini terus tumbuh baik secara akut maupun kronis akibatnya sangat sulit sekali untuk diketahui dan dikendali.